LNG Bakal Jadi Energi Primadona RI, Ini Alasannya

Para pengguna gas bumi harus mulai terbiasa menghadapi perubahan harga komoditas energi ini di masa depan. Produksi gas bumi terus turun, pasokan juga berkurang.

Baca Juga: Kabar Baik untuk Investor, RI Bakal Lelang 10 Blok Migas

Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, salah satu penyebab menurunnya produksi sektor migas di Indonesia akibat banyaknya gangguan operasional atau unplanned shutdown di beberapa fasilitas produksi yang ada.

Penurunan produksi kemungkinan dikarenakan berbagai faktor seperti sumur tua dengan cadangan tipis/belum ada temuan cadangan baru, perlu pembaharuan teknologi dan teknis lainnya, atau kurangnya daya tarik investor berinvestasi.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, mengatakan fasilitas pipa yang berumur 30-40 tahun beberapa di antaranya berada di wilayah operasi anak usaha PT Pertamina (Persero). “Nggak ada cara lain, selain mengganti,” kata Tutuka, sebagaimana ditulis CNBC Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), selama periode tahun 2012-2022, produksi gas bumi nasional terus turun signifikan. Sebagai contoh pada tahun 2012 produksi gas bumi Indonesia mencapai 2.982.753 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD). Namun produksi itu turun menjadi 2.442.280 MMSCFD di tahun 2020 dan terpangkas ke level 1.962.929 MMSCFD pada tahun 2022.

Beberapa sumber utama gas bumi nasional memang terus turun. Seperti Blok Corridor di Sumatera Selatan yang kini dikelola oleh Medco Energy hanya memproduksi gas bumi sekitar 500 MMSCFD pada tahun 2022. Di tahun 2020 blok ini masih mampu memproduksi gas bumi sebanyak 952 MMSCFD dan salur gas 767 MMSCFD. Jumlah realisasi salur gas pada 2020 itu turun dibandingkan 2019 yang masih mencapai 844 MMSCFD.

Baca Juga: SKK Migas Temukan 12 Lapangan Simpan Potensi Harta Karun LPG

Selain blok Corridor, masih ada sumber gas lain yaitu Wilayah Kerja (WK) Jambaran Tiung Biru di Bojonegoro Jawa Timur. Namun kapasitas produksinya maksimal hanya 190 MMSCFD.

Terpisah, Sekretaris SKK Migas, Shinta Damayanti, menyatakan masa depan sektor migas nasional berada di Indonesia Timur. Menurutnya kawasan ini sangat berpotensi menyumbang target produksi minyak nasional sebesar satu juta barel per hari dan 12 BSCFD pada 2030.

Pada tahun 2024, Shinta mengungkapkan, terdapat empat proyek gas yang menjadi andalan SKK Migas. Yaitu pengembangan lapangan Wain akan mengalir ke Pertamina Revenery Unit V, proyek pemasangan kompresor lapangan South Sembakung yang mengalirkan gas ke fasilitas LNG Kayan serta dua proyek Pertamina Hulu Mahakam, yakni Peciko 8B dan Bekapai Artificial Lift.

“Pengembangan LNG akan terus dilakukan di wilayah timur Indonesia. Pengembangan LNG Plant Tangguh di Teluk Bintuni kini sudah mencapai tiga train,” ungkapnya.

Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) Rosa Permata Sari mengatakan, PGN berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan konsumen terhadap gas bumi nasional. Namun ditengah laju produksi gas pipa yang menurun, PGN tidak bisa memastikan bahwa pasokan gas akan selalu sama kepada para pelanggan.

Baca Juga: Ngebor di Rokan Hilir, Pemerintah Ingin Minyak dan Gas Nonkonvensional Jadi Tumpuan

“Harus dipahami bahwa posisi PGN ini berada di tengah-tengah antara produsen gas dan konsumen pengguna gas. Selama ini yang kami lakukan lebih banyak pass through dari produksi di hulu ke pengguna di hilir,” ungkap Rosa.

Lebih jauh Rosa memaparkan, dengan banyaknya sumber gas di Indonesia Timur dan berupa LNG, konsumen pengguna gas harus mulai terbiasa dengan potensi adanya perubahan harga. Pasalnya, karakteristik LNG sangat berbeda dengan gas pipa yang selama ini menjadi sumber utama gas bumi yang disalurkan oleh PGN ke konsumen di wilayah pulau Jawa dan Sumatera.

“Sebagai perusahaan infrastruktur dan jaringan pipa gas bumi terbesar di Indonesia, PGN siap melayani kebutuhan konsumen dengan berbagai sumber gas yang diproduksi di dalam negeri. Namun pasar juga harus memahami bahwa sumber gas terbesar kita ke depan adalah LNG yang akan sangat berbeda dengan gas pipa yang selama ini digunakan oleh mayoritas konsumen PGN,” papar Rosa.

Per kuartal III-2023, volume niaga gas PGN naik 5% dari semula 894 BBTUD menjadi 935 BBTUD secara year-on-year (YoY). Mayoritas pengguna gas bumi PGN adalah pembangkit listrik 33%, industri kimia 13%, serta industri makanan, pupuk, dan keramik masing-masing 8%.

Maka sebagai alternatif, LNG hadir untuk menjamin kehandalan pasokan kebutuhan gas. Terlebih infrastruktur pendukung LNG juga sudah tersedia dan aktif beroperasi.

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *