PLTU MT Sumsel-8 Gunakan Teknologi Khusus untuk Tekan Emisi
Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Sumsel-8 (PLTU MT Sumsel-8) menerapkan teknologi khusus untuk menekap dampak emisi.
PLTU MT Sumsel-8 atau dikenal juga dengan nama PLTU Tanjung Lalang menggunakan teknologi super critical. Pembangkit ini dikembangkan, dibangun dan dioperasikan oleh PT Huadian Bukit Asam Power (HBAP) yang merupakan kerja sama strategis antara PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dengan China Huadian Hongkong Company Ltd (CHDHK).
Baca Juga: Naik 11 Persen, PTBA Raih Laba Rp3,23 Triliun
Menurut keterangan dari Dody Arsadian, Wakil Direktur Utama HBAP, PLTU MT Sumsel-8 atau dikenal juga dengan nama PLTU Tanjung Lalang berkapasitas terpasang 2×660 MW. Dengan teknologi khusus tersebut uap air dipanaskan pada suhu dan tekanan yang sangat tinggi pada kondisi super critical.
Kondisi ini menyebabkan tidak adanya proses perubahan fase yang jelas (dari air ke uap) dikarenakan air selalu berada dalam keadaan superkritikal, yang artinya proses pemanasan dan penguapan terjadi secara terus-menerus.
Baca Juga: PTBA Gandeng KAI dan Semen Baturaja untuk Tingkatkan Kapasitas Bongkar
Teknologi super critical dapat mengurangi jumlah bahan bakar batu bara yang digunakan dan emisi yang dihasilkan. Ini menjadikannya lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan PLTU berteknologi konvensional, sebab PLTU berteknologi super critical mampu menghasilkan lebih banyak energi dengan jumlah bahan bakar yang lebih sedikit.
Penggunaan teknologi tersebut sejalan dengan visi jangka panjang HBAP menjadi penyedia tenaga listrik kelas dunia yang terpercaya dan berorientasi kepada nilai-nilai keberlanjutan. PLTU Tanjung Lalang diharapkan dapat beroperasi lebih baik dan memberikan dampak positif yang luas bagi masyarakat, serta mendukung pemenuhan kebutuhan energi di Sistem Kelistrikan Sumatera.
PLTU Tanjung Lalang juga dilengkapi dengan Electrostatic Precipitator (ESP), yaitu peralatan untuk menangkap partikel (debu gas buang/sisa pembakaran) dengan menggunakan prinsip elektrostatis.
Baca Juga: PTBA Kembangkan Biomassa dari Kaliandra Merah
Selain itu, PLTU Tanjung Lalang menerapkan teknologi Flue Gas Desulphurization (FGD) yang mencampur emisi gas hasil pembakaran batu bara dengan reaksi kimia, dengan bahan pengikat berupa kapur basah (CaCO3) sehingga kandungan sulfur dioksida (SO2) yang dilepaskan ke atmosfer menjadi rendah.
Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau abu sisa proses pembakaran batu bara di PLTU Tanjung Lalang pun tengah dikembangkan pemanfaatannya untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dalam sirkular ekonomi. FABA tersebut saat ini telah dimanfaatkan untuk bahan baku semen. Pemanfaatan lainnya yang tengah dikembangkan, yakni untuk bahan baku material bangunan, material pencegah air asam tambang, media tanam, dan sebagainya.
Foto: PTBA
(Ag/Ag)
Leave a Reply