SKK Migas Dukung Penggunaan Teknologi CCUS untuk Tekan Emisi Karbon

Sektor hulu migas bisa mendukung percepatan Indonesia menuju Net Zero Emission 2060 melalui Penerapan teknologi carbon capture, utilization, and storage (CCUS).

Hal tersebut diungkap Deputi Perencanaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Benny Lubiantara dalam Energy Outlook 2022. Acara bertema “Songsong Energi Masa Depan” itu diselenggarakan oleh CNBC Indonesia pada Kamis, 24 Februari 2022.

Baca Juga: SKK Migas Bangun Aplikasi Monitoring untuk Akselerasi Produksi Sumur Minyak

Teknologi CCUS merupakan salah satu teknologi mitigasi pemanasan global dengan cara mengurangi emisi CO2 ke atmosfer. Teknologi ini merupakan rangkaian pelaksanaan proses yang terkait satu sama lain, mulai dari pemisahan dan penangkapan (capture) CO2 dari sumber emisi gas buang (flue gas), pengangkutan CO2 tertangkap ke tempat penyimpanan (transportation), dan penyimpanan ke tempat yang aman (storage).

Benny mengungkap teknologi CCUS sebagai salah satu usaha bagaimana strategi Indonesia untuk mengurangi tingkat karbon hingga 29% di 2030. Juga sekaligus transisi energi menuju net zero emission di 2060. Langkah lainnya adalah pengurangan pembakaran gas suar, rehabilitasi gas hingga penanaman mangrove di wilayah kerja.

Transisi energi sedang terjadi dunia. Hal itu tak ayal berpengaruh terhadap industri migas, termasuk di sisi hulu. Benny melihat bahwa transisi energi ini harus dilihat dari dua perspektif. Selain ada tantangan, juga ada peluang.

“Tantangan jelas hampir semua perusahaan minyak udah declare mengambil net zero emission pada 2050 atau lebih awal. Implikasinya jelas otomatis alokasi capital hulu migas akan berkurang,” ujar Benny.

Kemudian, menurut dia, ada tantangan pengembangan sektor hulu minyak dibandingkan gas. Sebab, gas jelas lebih ‘clean’ dibandingkan migas. “Implikasi lanjutan alokasi capital yang sedikit berdampak ke persaingan untuk berebut secara global. Produsen akan berebut untuk berinvestasi di negara masing-masing,” kata Benny.

“Dari daya tarik hulu migas, lembaga internasional, konsultan internasional relatif tidak menarik dibanding negara lain. Ini tantangan yang semakin berat di era transisi ini,” lanjutnya.

Baca Juga: SKK Migas Resmikan Proyek West Betara NAG di Blok Jabung

Lebih lanjut, Benny bilang ada peluang dari transisi energi. Hulu migas, menurut dia, dapat mengambil peran. “Seolah-olah industri migas jadi terbatas, ada 30 tahun monetisasi sumber daya migas di tanah air, tapi kontraknya kan jangka panjang. Perlu strategi yang cepat supaya transisi energi berlangsung mulus di tanah air.”

Menurut Benny, dalam transisi energi ini, harus ekstra hati-hati dalam membuat proyeksi. Yang pertama, dengan adanya pandemi, transisi energi akan berpengaruh terhadap investasi di hulu migas. “Ada kecenderungan menurun ketika nanti tiba-tiba ada asumsi harga, akan berdampak di mana tiba-tiba terjadi harga komoditas meningkat dan harga minyak meningkat, ini harus di antisipasi.”

Yang dikhawatirkan, ketika transisi energi ini di sektor migas ini berjalan dan investasi sektor migas menurun tapi permintaan masih ada dan tidak mengalami penurunan. “Karena implementasi transisi energi ini tidak semulus berjalan sesuai yang diprediksikan. Menurunnya investasi di hulu migas dan dikhawatirkan demand tidak turun, karena energi transisi tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan.”

Benny menilai, transisi energi bisa berjalan mulus cenderung lebih menantang karena diperlukan adanya perbaikan-perbaikan di sektor migas yang radikal dari daya tarik hulu migas.

“Investor punya pilihan lain selain Indonesia, negara lain memperbaiki fiscal terms untuk hulu migas. Posisi kita tidak terlalu bagus daya saingnya. Kalau kita memperbaiki tapi tidak signifikan, tidak bergeser daya tariknya. Perlu radikal untuk fiscal term untuk menarik investor ke tanah air,” tandas dia.

Foto: icsynergy.co.uk

(Ag/Ag)

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *