Melalui Proyek Mobil Listrik, Indonesia dan Korea Menyongsong Masa Depan
Sebentar lagi kenyamanan mobil konvensional di Indonesia akan terusik dengan datangnya mobil listrik. Investasi mobil listrik sudah semakin nyata, bahkan penjualan mobil listrik di Indonesia sudah menunjukkan geliat meyakinkan.
Produksi mobil di Indonesia rata rata 1,2 juta unit per tahun 2018 dan tahun 2019 mencapai 600.000 unit. Dari jumlah tersebut, 90% dikuasai oleh mobil buatan Jepang. Persoalan muncul tiap tahun pada bahan bakar minyak yang dipakai oleh mobil konvensional. Pemerintah harus impor bahan bakar minyak IDR 400 triliun per tahun. Uang sebesar itu habis begitu saja “dibakar” di jalanan.
Pemerintah mengambil langkah untuk mengurangi beban impor bahan bakar minyak dan mengalihkannya kepada mobil listrik, kendaraan ramah lingkungan. Berbagai produsen mobil berlomba-lomba masuk ke pasar mobil listrik Indonesia. Sejauh ini yang sudah memiliki langkah kongkrit salah satunya Korea Selatan.
Langkah kongrit Korea Selatan ini bak gayung bersambut, Presiden Joko Widodo dengan cepat mengeluarkan Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Perpres ini mengatur banyak hal, salah satunya keringanan kepada produsen atau calon produsen kendaraan listrik untuk mengimpor lebih dahulu produk dari luar negeri, termasuk impor utuh, sebelum ada produksinya. Perpres ini mengatur kendaraan listrik wajib dibuat di fasilitas manufaktur di dalam negeri.
Di Korea sendiri, Presiden Korsel Moon Jae-in mengatakan dalam pidato tahun lalu, bahwa perusahaan Korea akan menginvestasikan 60 triliun won (US$50 miliar) dalam 10 tahun ke depan untuk pengembangan transportasi masa depan. Pemerintah akan menghabiskan 2,2 triliun won untuk membantu mengembangkan teknologi terkait dan melakukan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan pengembangan.
Baca Juga: Menakar Seberapa Besar Prospek Mobil Listrik di Indonesia
Moon bertaruh bahwa investasi akan menciptakan lapangan kerja dan memacu ekonomi. Seperti diketahui, ekonomi Korsel bergantung pada ekspor. Itulah mengapa, saat krisis ekonomi global pasca perang dagang dan pandemi Covid-19, ekonomi Korea adalah salah satu yang terpukul. Bank Sentral Korea baru-baru ini juga mengatakan akan sulit untuk mencapai tingkat pertumbuhan 2,2 persen tahun ini.
Moon juga meramalkan bahwa kendaraan listrik dan berbahan bakar hidrogen akan menyumbang 33 persen penjualan mobil pada tahun 2030 dari sekitar 2,6 persen tahun ini. Sebagai perbandingan, Tiongkok mengatakan mereka menargetkan pangsa pasar mobil listrik, plug-in hybrid, dan kendaraan berbahan bakar bahan hydrogen mencapai 40 persen dari total penjualan pada tahun 2030.
Sejalan dengan rencana pemerintah, Hyundai Motor Group berencana berinvestasi 41 triliun won pada tahun 2025 untuk mengembangkan kendaraan otonom yang diharapkan di tahun itu akan ada 23 line-up mobil listrik.

Mobil Listrik Hyundai Sudah di Indonesia
Seoalah tidak ingin tertinggal dengan kompetitor lainnya Hyundai melakukan kerja sama membuat pabrik di Indonesia. Presiden Direktur Hyundai Motors Indonesia Sung Jong Ha mengatakan kombinasi permintaan Indonesia dan Negara ASEAN lainnya sangat menjanjikan. “Sementara akan diimpor dari luar, tapi mungkin nantinya bisa diproduksi di Indonesia. Produksinya di Indonesia akan bergantung pada demand, kalau permintaannya kami rasa cukup besar di Indonesia kita bisa produksi,” kata Sung Jong Ha, di Jakarta.
Ia menilai pasar mobil listrik di Indonesia sebenarnya sangat positif dan menjanjikan. Apalagi pemerintah Indonesia mendorong hadirnya electric vehicle (EV). Atas dasar itu, Hyundai berani berinvestasi untuk pabrik baru di Indonesia.
Hyundai memang telah menyatakan komitmennya untuk mendirikan pabrik mobil listrik di Karawang, Jawa Barat, Indonesia. Investasi yang disiapkan mencapai US$ 1, 5 miliar atau setara Rp21 triliun. Menurut keterangan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di media sosial miliknya, “Proyek pembangunan pabrik ini akan selesai di bulan maret tahun 2021,” katanya pada 13 Agustus 2020.
Setelah pabrik berdiri, Luhut menambahkan sebagaimana keterangan dari Presiden Hyundai Motor Asia Pasific, akan dilakukan banyak ujicoba pembuatan sampai produksi final di akhir tahun 2021. “Mereka juga sampaikan kemampuan produksinya bisa sampai 250.000 unit per tahunnya,” tutur Luhut.
Hyundai berjanji melalui proyek mobil listrik ini, akan menyerap tenaga kerja Indonesia sebanyak 3.500 orang. Proyek Mobil Listrik kerjasama Hyundai Motors dengan pemerintah Indonesia adalah realisasi dari komitmen investasi yang ditandatangani langsung oleh Presiden Joko Widodo tahun lalu.
Pemerintah Indonesia juga mendorong Hyundai agar menggunakan bahan karbon steel dari kawasan industri di Morowali, bukan hanya menyerap baterai lithium saja. Selain itu, untuk ban mobil, karetnya diambil dari Indonesia.
Di lain pihak, Hyundai sendiri melalui Hyundai Motor Manufacturing Indonesia (HMMI) baru saja menjalin kemitraan dengan Grab Indonesia untuk menyediakan 20 unit Hyundai IONIQ Electric sebagai armada. Kerja sama ini juga disebut sebagai upaya untuk riset bakal calon mobil listrik yang akan diproduksi Hyundai di Indonesia.
Kabar terbaru, sudah ada mobil listrik Hyundai yang siap mengaspal di jalanan Indonesia. Negara Ginseng itu sudah menghadirkan Kona Electric, mobil listrik untuk pasar Indonesia. Menurut keterangan Kementerian Perhubungan kepada jurnalis Kompascom, kendaraan bertipe SUV tersebut sudah lulus tahap Sertifikasi Uji Tipe (SUT) dan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT). Meski demikian, belum ada informasi mengenai peluncuran resminya. Dari keterangan di websitenya, harga Kona Electric berada di kisaran Rp 674 jutaan. Sebagai mobil listrik murni, Hyundai Kona Electric dibekali dengan sebuah motor listrik magnet synchronous berdaya 150 kW dan baterai lithium-ion 64 kWh. Kombinasi tersebut menghasilkan tenaga maksimum 201 dk dan torsi 394 Nm yang selanjutnya disalurkan kedua roda depan melalui sistem transmisi otomatik.
(Ed/Ag)
Leave a Reply